Green Tea – Budidaya, Proses Pengolahan dan Jenis-Jenisnya
Pendahuluan
Salah satu tahap proses terpenting pada
pengolahan teh menjadi minuman adalah fermentasi. Namun, perlu diketahui
bahwa proses fermentasi yang dimaksud disini, bukanlah fermentasi yang
melibatkan mikrobia, akan tetapi fermentasi yang disebabkan oleh enzim
yang terdapat pada daun. Sehingga lebih tepat dikatakan sebagai oksidasi
enzimatis. Tingkat fermentasi pada proses pengolahan akan berdampak
pada kualitas dan jenis seduhan teh yang dihasilkan. Berdasarkan tingkat
fermentasinya, teh dibedakan menjadi green tea (non-fermentasi), oolong tea (semi-fermentasi), dan black tea (full-fermentasi).
Budidaya Tanaman Teh
Tanaman teh telah dibudidayakan dalam
jumlah yang besar mulai dari Republik Georgia di belahan utara hingga
Selandia Baru di belahan selatan bumi. Area budidaya dan jumlah produksi
daun teh di Asia terhitung sangat lebih besar dibanding dengan daerah
lainnya. Terhitung pada tahun 1993 jumlahnya mencapai 82 % dan meningkat
menjadi 87 % dari total produksi dunia pada tahun 1997.
Faktor utama yang mempengaruhi budidaya
teh adalah kondisi suhu lingkungan dimana teh akan sangat cocok untuk
tumbuh pada kondisi sejuk hingga dingin. Sifat genetik ini dikendalikan
oleh suatu sistem polygene yang heritabilitasnya mendekati 0.9. Tingkat
heritabilitas yang tinggi ini berpengaruh pada tingkat adaptasi tanaman
teh. Untuk teh varietas sinensis bahkan dapat bertahan pada temperatur -12C saat musim dingin dan untuk varietas assamica mampu bertahan hingga suhu 4C selama beberapa minggu dengan kondisi yang sama.
Tanaman teh pada umumnya dibudidayakan
dengan cara vegetatif yakni melalui metode cloning. Tanaman teh muda
ditumbuh kembangkan dalam polybag selama kurang lebih tiga hingga empat
tahun sebelum akhirnya dipendahkan ke lahan perkebunan. Tanaman teh yang
berumur antara lima hingga enam tahun sudah mulai bisa dipetik daunnya
meskipun total produksinya belum maksimal.
Teh mengandung berbagai macam senyawa
kimia yang sangat bermanfaat. Manusia telah menggunakan teh sebagai
salah satu obat sejak zaman dahulu kala hingga sekarang. Sebagai contoh
adalah suku Shan di Myanmar menggunakan daun teh untuk membuat Leppet tea, sejenis produk fermentasi mikrobia dan dikonsumsi sebagaimana sayuran. Pemanfaatan Leppet tea juga ditemukan di daerah Miang, utara Thailand serta daerah Xishuang, Distrik Yun Nan, China.
Kemampuan dan kemajuan perkembangan
teknologi telah membawa manusia pada taraf yang lebih maju untuk
memanfaatkan daun teh sebagai minuman kesehatan. Dan kini, jenis minuman
teh tersebut tinggal bergantung pada bagaimana proses pengolahannya
dilakukan.
Proses Pengolahan Green Tea
Salah satu faktor yang membedakan prose
pengolahan teh menjadi produk green tea dibandingkan dengan pengolahan
menjadi produk black tea dan oolong tea adalah pada pengolahan green tea
tidak ditemukan pengkondisian yang dapat menyebabkan terjadinya
fermentasi. Pada proses pembuatan green tea, daun teh segar dipanaskan
menggunakan steam pada suhu 95-100C selama 30 hingga 45 detik
untuk menginaktivasi enzim yang terkandung pada daun, khususnya
polifenol oksidase. Pemberian panas ini juga akan melindungi vitamin
dari kemungkinan degradasi, sehingga kandungan vitamin pada green tea
lebih tinggi dibanding pada teh fermentasi.
Daun yang telah mengalami pemanasan
selanjutnya akan digiling dan dikeringkan pada suhu udara sekitar.
Dengan demikian, kandungan air pada daun akan turun dari 78-80 % menjadi
sekitar 10 %. Penggilingan juga menyebabkan rusaknya jaringan pada daun
dan pencampuran yang tidak seragam. Pengeringan diperlukan untuk
meningkatkan aroma serta menjaga keawetan produk. Daun yang telah
melewati penggilingan dan pengeringan awal ini dinamakan Aracha dan
selanjutnya dikeringkan untuk kedua kalinya untuk menghilangkan aroma
mentah serta memperkuat aroma teh.
Jenis-jenis Green Tea
Sekitar 100.000 ton konsumsi green tea di Jepang, 78,6 %-nya diproduksi menjadi Sencha, 12 %
Bancha dan 0,4 % Gyokuro. Sedangkan produksi Matcha hanya sekitar 0,6 %
dari total konsumsi green tea. Meskipun jumlah konsumsinya relatif
kecil, Matcha menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya teh Jepang.
Seorang laki-laki yang disebut ‘Sen no Rikyu’ memperkenalkan cara baru
dalam mengkonsumsi teh sebagai bentuk mental training di era Azuchi
Momoyama (1573-1600). Cara yang dia perkenalkan disebut Cha-no-yu dan
diwariskan hingga sekarang. Matcha diseduh dengan menggunakan air panas
dan diaduk dengan pengaduk bambu yang disebut Chasen serta disajikan
dengan cara tradisional.
0 komentar:
Posting Komentar