bagaimana kebenaran sholat anda?
“Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses. Apabila shalatnya buruk maka dia akan kecewa dan merugi” (HR. An-Nasa’i dan At-Turmudzi).
Bahkan saking pentingnya, shalat ini dijadikan sebagai wasiat yang diberikan Rasul atas umatnya ketika ajal hendak menjemputnya.
Shalat dijadikan tiang bagi kokohnya bangunan umat islam. Karenanya kewajiban shalat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagaimana jenis ibadah yang lainnya. Jika tidak mampu berdiri, maka shalat dapat dilakukan dengan duduk. Jika tidak bisa dengan duduk, maka lakukanlah dengan berbaring. Jika tidak bisa juga, maka lakukanlah dengan isyarat. Lain halnya dengan ibadah-ibadah lain yang masih dapat ditawar seperti zakat bagi yang mampu, jika tidak mampu berarti tidak usah berzakat. Haji bagi yang mampu, jika tidak mampu maka jangan memaksakan. Begitu pula dengan perintah puasa.
Shalat dijadikan tiang bagi kokohnya bangunan umat islam. Karenanya kewajiban shalat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagaimana jenis ibadah yang lainnya. Jika tidak mampu berdiri, maka shalat dapat dilakukan dengan duduk. Jika tidak bisa dengan duduk, maka lakukanlah dengan berbaring. Jika tidak bisa juga, maka lakukanlah dengan isyarat. Lain halnya dengan ibadah-ibadah lain yang masih dapat ditawar seperti zakat bagi yang mampu, jika tidak mampu berarti tidak usah berzakat. Haji bagi yang mampu, jika tidak mampu maka jangan memaksakan. Begitu pula dengan perintah puasa.
Jika shalat sedemikan pentingnya, pertanyaan kita adalah, mengapa di negara yang mayoritas masyarakatnya menganut agama islam, yang notabenenya diberikan kewajiban untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari, seperti halnya di Indonesia, nyatanya kasus kejahatan masih tergolong tinggi. Pengemis masih banyak kita temui di jalanan, atau bahkan di rumah ibadah sekalipun, masjid. Kemiskinan masih merajalela di mana-mana. Anak yatim masih banyak yang belum tersantuni. Pejabat yang korup masih tersebar di hampir seluruh ranah kepemimpinan negeri ini. Para pelaku shalat masih banyak yang akhlaknya tidak dapat dicontoh.
Padahal, bukankah orang yang shalat, seyogianya dapat terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, “sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”. (QS Al-‘Ankabût: 45). Shalat juga harusnya dapat mengentaskan kemiskinan melalui perintah zakat yang disandingkan dengan perintah shalat, “dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat .…” (QS Al-Baqarah: 110). Lantas, bagaimana sederetan kasus di atas masih saja terjadi? Apa yang salah? Apakah Allah keliru saat memberikan perintah berupa shalat? (Maha benar Allah atas segala firman-Nya). Atau manusianya yang ternyata masih belum benar melakukan perintah shalat ini?
Dalam Al-Ahzab ayat 4 Allah SWT. berfirman, yang artinya “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongga dada.” Hal ini menunjukkan bahwa, tidak mungkin kiranya orang yang beriman, tapi melakukan kejahatan. Tidak mungkin orang yang melakukan shalat dengan benar, tapi masih berbuat dzalim. Sebab jika hati seseorang telah cenderung pada Allah, maka di dalam hatinya tidak akan ada lagi tempat bagi yang lain. Artinya, jika hatinya telah terisi dengan keimanan terhadap Allah, maka ia tidak akan berani melakukan sesuatu yang membuat Allah murka.
Oleh karena itu, shalat yang hanya menggunakan raganya dengan tidak menyertakan hati di dalamnya (khusyuk), pada dasarnya tidak akan mendatangkan apapun, termasuk pada pahala dan nilai kebaikan akhlak. Tanpa kehadiran hati, shalat kehilangan nilainya. Rasulullah bersabda, “Shalat yang diterima adalah sekadar hadirnya hati.” Dalam kesempatan lain, Rasul menamsilkan keadaan tersebut dengan burung yang sedang mematuk-matuk paruhnya “Tak akan diterima shalat seseorang yang dilakukan bagai seekor burung yang mematuk-matuk makanannya.”
Shalat pada dasarnya tidak secara otomatis dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana tercermin dalam sabda Rasul Saw. “Tak melakukan shalat orang-orang yang shalatnya tak menghindarkannya dari kekejian dan kemungkaran.” Artinya, shalat dapat menghasilkan kebaikan akhlak, jika perbuatan shalat itu sendiri dilakukan dengan baik dan benar, sesuai syariat (fikih) yang berlaku, juga harus dengan kesadaran penuh akan hadirnya hati dalam rongga dadanya. Sehingga si pelaku shalat tidak akan membagi hatinya untuk hal lain selain Allah.
Shalat yang benar akan termanifestasikan dalam kebaikan akhlak keseharian Anda (takwa). Shalat yang benar dapat kita lihat dari perilaku kehidupan kita. Karenanya, sudahkah Anda shalat dengan benar? Sudahkah shalat Anda mampu menjaga hati dan lisan Anda? Mari sertakan hati kita dalam shalat, sehingga tiada tempat yang lain untuk hal yang dapat menodai nilai shalat kita. Mudah-mudahan kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang disebut dalam surat Al-Mâ‘ûn: 4-7 “(Neraka) Wail bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya. Yang riya (tidak ikhlas karena Allah dan pamer). Dan menolak memenuhi keperluan dasar orang.”
di kutip dari : http://dunia-ilmi.blogspot.com/ tepatnya di http://dunia-ilmi.blogspot.com/2013/01/apakah-sholat-anda-sudah-benar.html
0 komentar:
Posting Komentar